Apakah hakikat ilmu yang bermanfaat itu? Secara syariat, suatu ilmu disebut bermanfaat apabila mengandungi mashlahat - memiliki nilai-nilai kebaikan bagi sesama manusia ataupun alam. Akan tetapi, manfaat tersebut menjadi kecil ertinya bila ternyata tidak membuat pemiliknya semakin merasakan kedekatan kepada Zat Maha Pemberi Ilmu, Allah Azza wa Jalla. Dengan ilmunya ia mungkin meningkat darjat kemuliaannya di mata manusia, tetapi belum tentu meningkat pula di hadapan-Nya.
Oleh kerana itu, dalam kacamata ma'rifat, gambaran ilmu yang bermanfaat itu sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh seorang ahli hikmah. "Ilmu yang berguna ialah yang meluas di dalam dada sinar cahayanya dan membuka penutup hati."
Adapun ilmu yang dititipkan kepada manusia mungkin tidak lebih dari “setitis” air di tengah samudera luas. Sekalipun demikian, barangsiapa yang dikurniai ilmu oleh Allah, yang dengan ilmu tersebut semakin bertambah dekat dan kian takutlah ia kepada-Nya.
Akan tetapi, walaupun hanya "setitis" ilmu Allah yang dititipkan kepada manusia, namun sangat banyak ragamnya. Ilmu itu semakin kita kaji membuat kita semakin takut kepada Allah. Inilah ilmu yang paling berkah yang harus kita cari. Sepanjang kita menuntut ilmu itu betul niatnya maupun caranya, nescaya kita akan mendapatkan manfaat darinya.
Kerananya, jangan hairan kalau kita dapati ada orang yang rajin mendatangi majlis-majlis ta'lim dan pengajian, tetapi akhlak dan perilakunya tetap buruk. Mengapa demikian? Itu dikernakan hatinya tidak dapat terterangi oleh ilmu. Laksana air kopi yang pekat dalam gelas yang kotor. Walau diterangi dengan cahaya sekuat apapun, sinarnya tidak akan bisa menembus dan menerangi isi gelas. Begitulah kalau kita sudah tamak dan rakus kepada dunia serta gemar membuat maksiat, maka sang ilmu tidak akan pernah menerangi hati.
Padahal kalau hati kita bersih, ia ibarat gelas yang bersih diisi dengan air yang bersih. Setitik cahaya pun akan mampu menerangi seisi gelas. Bila kita menginginkan ilmu yang bisa menjadi ladang amal salih, maka usahakanlah ketika menimbanya, hati kita selalu dalam keadaan bersih. Hati yang bersih adalah hati yang terbebas dari ketamakan terhadap urusan dunia,yakni tidak bergantung kepada harta, takhta dan wanita dan tidak pernah digunakan untuk menzalimi sesama. Semakin hati bersih, kita akan semakin dipekakan oleh Allah untuk mampu mendapatkan ilmu yang bermanfaat, darimana pun ilmu itu datangnya. Disamping itu, kita pun akan diberi kesanggupan untuk menolak segala sesuatu yang akan membawa mudarat.
Kita lahir ke dunia tidak membawa apa-apa dan bila datang saat ajal pun pastilah tidak membawa apa-apa. Mengapa harus ujub, riya, takabur, dan sum'ah. Merasa diri besar, sedangkan yang lain kecil. Merasa diri lebih pintar sedangkan yang lain bodoh. Itu semua hanya setitis ilmu yang kita miliki. Padahal, bukankah ilmu yang kita miliki pada hakikatnya adalah titipan Allah jua, yang sama sekali tidak sulit bagi-Nya untuk mengambilnya kembali dari kita.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan